dannypomanto.com – Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) meminta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) membatalkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal ini disebabkan karena dalam proses revisi tersebut, DPR telah mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan Nomor 70.
Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Hima Persis, Rizaldi Mina, mengatakan bahwa Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 memiliki peran yang sangat penting karena menurunkan ambang batas untuk mengajukan calon kepala daerah dari 20 persen kursi di DPRD menjadi 8,5 persen, 7,5 persen, atau 6,5 persen, tergantung pada jumlah pemilih di daerah tersebut.
“Secara konstitusional, putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, undang-undang yang diuji harus direvisi tanpa ada tambahan dan penafsiran sedikit pun atas amanat penting dari putusan MK,” ujarnya pada Kamis (22/8/2024).
Namun, menurutnya, DPR memiliki pandangan yang berbeda. Revisi UU Pilkada yang sudah tidak dibahas sejak Oktober 2023 dan tidak masuk dalam Prolegnas 2024, tiba-tiba dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam waktu 24 jam. Dalam pembahasan tersebut, DPR telah menetapkan beberapa kesimpulan yang mengabaikan sebagian besar Putusan MK.
“Pertama, terkait dengan batas usia calon, DPR mengabaikan amanat MK mengenai usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati/wali kota, yang dihitung sejak penetapan. DPR lebih menggunakan putusan MA (Mahkamah Agung) yang menyatakan bahwa batas usia 30 tahun untuk gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati/wali kota dihitung sejak pelantikan,” jelasnya.
Kedua, terkait ambang batas parlemen. DPR membagi menjadi dua kategori, yaitu partai/gabungan partai yang berada di parlemen tetap harus memiliki kursi minimal 20 persen atau 25 persen suara sah. Sedangkan partai nonparlemen dapat mengajukan dengan suara sah antara 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah pemilih di daerah tersebut.
“Manuver terakhir pada dua isu penting ini merupakan babak baru dari sekian permasalahan DPR. Secara hukum, aturan dari MK setara dengan undang-undang. Namun, DPR tidak mematuhi putusan MK. Ini jelas merupakan langkah yang tidak sesuai dengan konstitusi,” tegasnya.
Menghadapi situasi ini, Bidang Hukum dan HAM PP Hima Persis mengambil tiga sikap. Pertama, menolak segala bentuk manuver politik yang mengabaikan perintah konstitusi. Kedua, mendesak DPR untuk membatalkan revisi UU Pilkada selama tidak mematuhi putusan MK.