dannypomanto.com – JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto perlu menunjukkan tindakan tegasnya dengan menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Sebab, hanya Presiden Prabowo yang memiliki kekuatan politik untuk membatalkan kenaikan PPN tersebut.
Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara, kenaikan tarif PPN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dapat dengan mudah diubah jika ada kemauan politik dari Presiden Prabowo melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2025.
“Terdapat ruang bagi pemerintah untuk mengajukan RAPBN Penyesuaian jika terdapat perubahan kebijakan fiskal,” ujar Surya pada Jumat (27/12/2024).
Lebih lanjut, UU HPP yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan fleksibilitas bagi perubahan tarif PPN. Dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN dapat diubah dengan rentang antara 5% hingga 15%.
Sementara itu, Pasal 7 ayat (4) UU HPP menjelaskan bahwa perubahan tarif PPN diatur melalui peraturan pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disetujui dalam penyusunan RAPBN. “Dengan demikian, pemerintahan Presiden Prabowo dapat menyesuaikan tarif PPN 12% melalui mekanisme APBN Perubahan,” tambah Surya.
Surya juga menekankan bahwa UU APBN 2025 juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengajukan RAPBN perubahan jika terdapat perubahan kebijakan fiskal. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 42 UU APBN 2025. Menurutnya, Presiden Prabowo akan mendapatkan dukungan penuh dari DPR jika mengajukan perubahan ini.
Pasalnya, hampir seluruh fraksi di DPR saat ini merupakan bagian dari koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, maka pemerintah hanya perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang tarif PPN. “Artinya, hanya dibutuhkan kemauan politik dari Presiden Prabowo untuk membatalkan kenaikan PPN,” tegasnya.