Dannypomanto.com – SURABAYA – Penemuan uang tunai senilai Rp1 triliun dalam rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) juga penegasan Presiden Prabowo Subianto mengenai hukuman untuk korupsi persoalan hukum timah menjadi buktinya nyata kuatnya komitmen pemerintah memerangi korupsi.
Namun demikian pemerintah bukan boleh melupakan mega korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mana berjauhan lebih tinggi dahsyat dampaknya, menyengsarakan rakyat hingga kini, juga akan terus membebani hingga 2043.
“Kerugian akibat BLBI mencapai ribuan triliun rupiah. Hal ini bukanlah semata-mata tentang angka, tapi mengenai bunga berbunga yang tersebut terus meningkat secara eksponensial. Dampaknya dahsyat, APBN kita tertekan luar biasa,” ujar Pengamat Hukum dan juga Pembangunan, Hardjuno Wiwoho di tempat Surabaya, Akhir Pekan (12/1/2025).
Dugaan keterlibatan oknum pejabat pada skandal ini menghasilkan perkara BLBI terus berlangsung hingga puluhan tahun. Satgas BLBI yang dimaksud dipimpin oleh Mahfud MD waktu itu juga tiada menunjukkan hasil signifikan. Disisi lain, sistem bunga majemuk pada obligasi rekapitalisasi (OR) BLBI menciptakan beban keuangan yang digunakan luar biasa. Dana yang mana seharusnya dikembalikan oleh debitor malah disubsidi hingga 2043.
“Bukannya melunasi, para debitor ini justru diuntungkan dengan pembagian dividen. Undang-undang kita jelas mengatakan, belaka Presiden sama-sama DPR yang punya wewenang menghapus utang seperti ini. Jadi, release and discharge itu tidaklah berlaku,” kata kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Selain BLBI, Hardjuno juga menyoroti utang negara yang mana terus membengkak. Utang Indonesia sekarang telah mencapai Rp8.500 triliun. Angka ini dapat belaka mencapai Rp12.000 triliun jikalau ada yang dimaksud ditutupi, termasuk burden sharing dengan Bank Indonesia yang tersebut mungkin saja belum masuk hitungan.
“Pemerintah harus berani melakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekapitulasi BLBI lalu menagih hak-hak negara dari para debitur,” sarannya.