Informasi Politik Terkini
Hukum  

Hak Imunitas Jaksa pada UU Kejaksaan Tuai Kritik dari Para Pakar

Hak Imunitas Jaksa pada UU Kejaksaan Tuai Kritik dari Para Pakar

Dannypomanto.com – JAKARTA – UU No 11/2021 tentang Kejaksaan terus menuai kritik. Khususnya terkait ketentuan di Pasal 8 Ayat 5 yang mana menyebutkan bahwa proses hukum terhadap jaksa harus melalui izin Jaksa Agung .

Mantan Komisioner KPK Saut Situmorang menyoroti ketidakpastian pada penegakan hukum yang dimaksud diatur di pasal tersebut. “Prinsipnya, kita berada pada tempat ketidakpastian yang cukup tinggi, adanya konflik kepentingan dan juga fairness. Bagaimana kita sanggup menjabarkan hal ini terkait penegakan hukum juga antikorupsi,” katanya pada diskusi rakyat bertajuk UU Kejaksaan antara Kewenangan kemudian Keadilan Komunitas yang mana diselenggarakan Pertemuan Kajian Demokrasi Kita (FOKAD) di tempat Ibukota Indonesia Selatan, Kamis (23/1/2025).

Menurut Saut, apabila pasal yang dimaksud bertujuan melindungi jaksa yang dimaksud menangani persoalan hukum besar, diperlukan kejelasan tambahan rinci. “Kita paham jikalau pasal itu digunakan untuk melindungi jaksa-jaksa keren yang tersebut akan mengungkap korupsi besar. Namun, tanpa Jaksa Agung pun, merek tetap memperlihatkan dapat dilindungi, misalnya oleh civil society,” ujarnya.

Senada dengan Saut, mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menilai Pasal 8 Ayat 5 perlu diatur lebih besar detail untuk menghindari penyalahgunaan. “Seharusnya frasa melaksanakan tugas kemudian kewenangan dijelaskan secara definitif. Selain itu, jikalau di 1×24 jam Jaksa Agung tak memberi izin, maka izin itu harus dianggap otomatis diberikan,” katanya.

Edwin juga menyoroti kegagalan pada kualitas hukum akibat pasal ini. Karena izin seperti ini pernah ada sebelumnya yakni di tempat DPR kemudian sudah ada dihapus, tetapi pada saat ini muncul kembali di dalam kejaksaan. “Ini menunjukkan upaya menebalkan imunitas jaksa, bahkan telah dilegalisasi melalui undang-undang,” tegasnya.

Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar memandang perizinan seperti yang tersebut diatur pada Pasal 8 Ayat 5 sebenarnya tidaklah diperlukan. “Ketika jaksa menangani perkara, itu sudah ada menjadi kewenangan penuh, sehingga tidaklah perlu lagi perizinan dari atasan,” katanya.

Fickar juga mengomentari kemungkinan intervensi yang justru terpusat di area tangan Jaksa Agung. Karena semangat awal UU ini bertujuan untuk menghindari intervensi dari pihak luar. “Tetapi ini justru semakin memusatkan intervensinya dalam Jaksa Agung,” tambahnya.

Akademisi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai UU Kejaksaan 2021 dibuat pada kondisi tak ideal. “Kita tahu ada kewenangan yang terlalu banyak ingin ditarik. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan di penegakan hukum,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *