Dannypomanto.com – JAKARTA – Pengamat Hukum dan juga Politik Pieter C Zulkifli berharap penegakan hukum persoalan hukum pagar laut di area perairan Tangerang, Banten berbasis fakta, tidak asumsi ceroboh dari segelintir pihak. Menurut dia, persoalan hukum pagar laut tidak sekadar persoalan administrasi pertanahan.
Dalam analisisnya, beliau menilai penanganan perkara yang dimaksud dapat menjadi cerminan bagaimana hukum dapat dijalankan secara serampangan apabila tidaklah berbasis pada fakta yang tersebut kuat. “Ketika lembaga penegak hukum bertindak berhadapan dengan dasar asumsi tanpa melakukan penyelidikan yang dimaksud mendalam, kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum akan semakin terkikis,” ujar Pieter Zulkifli pada keterangannya, Hari Sabtu (8/2/2025).
Dirinya mengingatkan tentang legalitas sertifikat tanah di area wilayah perairan yang digunakan seharusnya ditangani dengan pendekatan regulasi yang jelas, tidak sekadar opini atau tekanan kebijakan pemerintah sesaat. Dia berpendapat, jikalau hukum terus dipermainkan sesuai dengan kepentingan tertentu, maka tidak hanya sekali keadilan yang tersebut terancam, tetapi juga stabilitas penanaman modal serta kepastian hukum di area Indonesia.
Lebih lanjut Pieter menyatakan bahwa kebenaran mungkin saja bisa jadi ditenggelamkan, tapi akan setiap saat mencari celah untuk muncul ke permukaan. Akan tetapi, ujar dia, pada sistem yang digunakan dipenuhi kepentingan kemudian prasangka, tidak ada semua kebenaran dapat diterima begitu saja, teristimewa oleh mereka itu yang digunakan menolak menerima kenyataan.
“Kasus pagar laut pada Tangerang menjadi contoh nyata betapa penegakan hukum yang dimaksud sembrono dapat menciptakan kegaduhan yang mana merugikan banyak pihak,” kata Mantan Ketua Komisi III DPR ini.
Dia pun berharap, Kejaksaan Agung (Kejagung) bukan tergesa-gesa berasumsi adanya aksi korupsi pada perkara ini tanpa melakukan penyelidikan yang dimaksud mendalam. Pasalnya, apabila dugaan ini tidaklah berdasar, konsekuensinya tidak hanya saja hanya saja mencederai kredibilitas institusi hukum, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang digunakan berdampak luas.
“Masyarakat pun mempertanyakan, bagaimana kemungkinan besar wilayah perairan bisa saja miliki sertifikat tanah? Apakah ada pelanggaran regulasi atau justru pemerintah sendiri yang digunakan tiada konsisten pada menafsirkan hukum? Pertanyaan ini harus dijawab dengan pendekatan hukum yang jelas, tidak sekadar opini dan juga asumsi belaka,” tuturnya.