Dannypomanto.com – JAKARTA – Perhimpunan Bantuan Hukum kemudian Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dengan 33 tokoh warga Indonesia menyampaikan dukungan sebagai Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan. Support ini terkait pemeriksaan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor perkara 1091 PK/Pid.Sus/2025 yang mana diajukan mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara serta Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Alex Denni.
Dukungan di bentuk keterangan ditulis sebagai sahabat pengadilan yang dimaksud diserahkan PBHI ke Mahkamah Agung (MA), Mulai Pekan (24/3/2025).
Sebanyak 33 amici yang digunakan terdiri dari pejabat negara, tokoh politik, akademisi, maupun praktisi bergabung memberikan dukungan sebagai sahabat pengadilan. Beberapa di dalam antaranya Ketua Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, Wakil Menteri Imigrasi juga Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi lalu Pemasyarakatan Indonesia Silmy Karim, Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra Burhanudin Abdullah, mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riana Hardjapamekas, serta anggota DPR Harris.
Dari kalangan akademisi, ada Rektor Universitas Pancasila Marsudi Wahyu Kisworo, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Illah Sailah, Guru Besar Universitas Sriwijaya sekaligus mantan Deputi Kementerian PAN-RB Diah Natalisa, Guru Besar Universitas Negeri Malang Hadi Nur, juga Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Corina D Riantoputra.
Sementara dari kalangan praktisi, ada mantan Direktur Utama PT Telkom Indonesia Tbk Rinaldi Firmansyah, mantan Direktur Utama Sucofindo Bambang Tedjosumirat, Presiden Direktur PT Penelitian Prima Indonesia Ardi Wirdamulia, serta Ketua Asosiasi Manajemen Indonesia Sandy Wahyudy.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, keterangan tertoreh sebagai Amicus Curiae yang disebutkan berisi dukungan bagi Alex Denni berhadapan dengan pemeriksaan upaya hukum PK terhadap putusan MA Nomor 163/K/Pod.Sus/2013. Sebab, ditemukan banyak kejanggalan pada perkara Alex Denni baik secara prosedural maupun substansial.
Secara prosedural, Julius memperlihatkan kejanggalan terletak pada putusan dan juga relaas yang digunakan tidak ada pernah disampaikan maupun komposisi majelis hakim yang digunakan melibatkan hakim militer.
Sementara secara substantif, kejanggalan terlihat pada penerapan pasal 55 KUHP terkait penyertaan tapi belaka terhadap satu orang yang dimaksud notabene tidak pengurus negara. Berbagai kejanggalan ini menciptakan disparitas hukum yang mana di kebijakan MA dilarang.
“Maka, kami mengajukan Amicus Curiae yang digunakan didukung oleh beberapa tokoh yang tersebut totalnya mencapai 33 orang yang mana seluruhnya mengungkapkan adanya pemidanaan yang mana tiada berdasar serta bukan boleh ada disparitas putusan,” ujar Julius dalam Jakarta, Selasa (25/3/2025).