dannypomanto.com – Jakarta – Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Robi Sugara, memaparkan pandangannya mengenai situasi geopolitik di Suriah dan implikasinya bagi Indonesia. Menurut Robi, jatuhnya Bashar Al-Assad dapat dianggap sebagai bentuk reformasi Suriah yang sebanding dengan Reformasi 1998 yang terjadi di Indonesia. Masyarakat Suriah sudah mulai merasa tidak puas dengan pemerintahan dan menginginkan adanya perubahan.
“Bashar al-Assad sebenarnya telah mendapat banyak keluhan dari rakyatnya,” ujar Robi di Jakarta pada Selasa (24/12/2024).
“Ini adalah transisi politik yang diinginkan oleh masyarakat,” tambahnya.
Namun, Robi juga menyampaikan kekhawatiran terhadap narasi yang berkembang di Indonesia, terutama di media sosial yang cenderung menganggap ini sebagai kemenangan umat Muslim dan para mujahid. Momentum ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ekstremis dan radikal untuk memanipulasi masyarakat.
“Tetapi yang terpenting adalah memahami orang-orang Indonesia dan orang-orang di luar Suriah. Mereka dapat terjebak oleh kelompok teroris yang menggunakan agama sebagai alasan untuk mengembalikan semangat mereka, untuk melakukan propaganda dan menyesatkan masyarakat,” ungkap Robi.
Menurut Robi, Suriah telah melewati masa-masa yang sangat sulit. Situasi saat ini adalah hasil dari perjuangan panjang rakyat Suriah, yang tidak hanya melibatkan perlawanan fisik tetapi juga pengaruh dari negara-negara besar seperti Turki, Qatar, Amerika, dan Israel. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya perlawanan yang besar ketika Hayat Tahrir Al-Syam (HTS) menguasai Damaskus, pemerintahan transisi yang muncul, serta inklusi kelompok minoritas untuk hidup berdampingan di Suriah.
Robi juga menyatakan bahwa ini adalah bentuk diplomasi di tingkat elit, yang ditandai dengan munculnya negara-negara internasional yang mulai memulihkan hubungan dengan pemerintah Suriah yang baru.
“Ini bukanlah kemenangan yang sepenuhnya dicapai oleh perlawanan, tetapi kemenangan ini dicapai melalui jalur diplomasi. Jalur diplomasi ini melibatkan negara-negara yang memiliki kepentingan dengan kelompok perlawanan, untuk mengganti rezim Suriah,” jelas Robi.
Oleh karena itu, Direktur Indonesia Muslim Crisis Center ini mengimbau pemerintah untuk mengklarifikasi narasi-narasi yang beredar di media sosial agar tidak menyesatkan masyarakat. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah masyarakat terjebak seperti pada masa munculnya ISIS. Masyarakat juga harus bijak dalam membaca situasi dan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah.
Selain itu, Robi menekankan perlunya pemerintah untuk membangun konsolidasi antara ulama moderat Indonesia dan ulama moderat di Suriah. Hal ini harus dilakukan untuk mempromosikan misi perdamaian dan menenangkan suara-suara garis keras. Menurutnya, banyak ulama Indonesia yang memiliki hubungan dekat dengan ulama Suriah.
“Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan diplomasi dengan Suriah melalui pendekatan dan komunikasi dengan ulama-ulama yang berpengaruh di Suriah,” tutup Robi.